8
04/2020
|
4
03/2020
|
Kategori : Article Komentar : 0 komentar Author : Cahyana Puthut Wijanarka |
Hiruk pikuk informasi tidak mungkin lagi bisa kita hindari. Tak akan mungkin jika kita di jaman ini memutuskan untuk memutus informasi dengan tidak melihat Media Sosial ataupun akses informasi lain berbasis internet.
Semakin banyak informasi salah satu kemungkinannya akan membuat tingkat stress kita juga meninggi. Andrew Goliszek (60 Second Manajemen Stress) mendefinisikan stress sebagai suatu respon adaftif individu akibat tekanan eksternal yang mengakibatkan gangguan fisik, emosional dan perilaku. Jadi stress tidak hanya menganggu emosional tetapi juga fisik dan perilaku.
Bagaimana kita bisa mengelola stress kita ditengah badai informasi yang masuk?
Beberapa hal yang bisa dilakukan agar tingkat tekanan stress kita tidak meninggi :
1. Fokus kepada sesuatu yang menjadi lingkar pengaruh kita, sesuatu yang bisa kita pengaruhi, sesuatu yang karena kuasa kita bisa kita rubah. Yang sering membuat kita tertekan adalah memikirkan sesuatu di lingkar peduli, sesuatu yang kita tahu tetapi tak punya kuasa untuk merubah.
Ada baiknya kita memilih informasi yang lebih optimis dan yang lebih riang pada saat kita mengakses media social.
2. Menilai secara kognitif dan menginteprestasikan kejadian-kejadian bukan sebagai ancaman tetapi sebagai peluang. Seringkali kita menilai sebuah kejadian justru dari aspek ancamannya dibandingkan aspek peluangnya, walaupun kalau kita baca beberapa kisah sukses maka banyak orang berhasil justru bermula dari mengambil peluang dalam kondisi krisis.
3. Menghindari kejadian yang tidak terkontrol dan dampak yang tidak terprediksi dengan membuat perencanaan yang lebih baik sebelum mengambil keputusan. Menggunakan waktu secara bijak untuk bekerja dan beristirahat secara seimbang.
4. Berkumpul dengan komunitas yang membahagiakan, menginspirasi dan membuat tertawa. Seringkali dengan siapa kita bermain akan menentukan kualitas kebahagiaan kita. Jika tidak hati-hati maka komunitas hobi yang seharusnya membahagiakan bisa jadi menimbulkan tekanan, misalnya komunitas hobi sepeda yang tidak banyak mengayuh sepeda tetapi lebih juga membicarakan harga sepeda maupun spare partnya.
5. Mengelola konflik sesuai porsi, terlibat jika harus terlibat atau menjauh jika harus menjauh. Banyak kesalahan menempatkan diri yang akan meningkatkan kadar stress. Masalah kecil bisa menimbulkan tekanan yang besar jika kemampuan kita mengambil posisi dalam konfliknya salah. Misalnya dua anak kita yang perbedaan umurnya pendek berebut mainan kecil atau sesuatu yang sederhana. Kita seharusnya sangat yakin bahwa dua adik kakak ini punya mekanisme menyelesaikan masalahnya, justru dengan turut campurnya kita membuat konflik menjadi tajam dan terkesan serius yang mengakibatkan suasana rumah atau perjalanan menjadi tidak nyaman. Mungkin alternatif membiarkan akan lebih baik dibandingkan terlibat
6. Aspek spiritual yang terjaga dengan baik, dengan lebih banyak berkontemplasi atas hubungan kepada Pencipta dibandingkan mendiskusikan perbedaan. Hubungan spiritual seharusnya menjadi tumpuan yang paling mudah untuk menemukan ketenangan. Perasaan bersyukur, keyakinan atas takdir, keimanan tentang kepastian untuk mendapatkan pertolongan dan hal lain yang menenangkan berada dalam area-area spiritual. Sayang sekali jika aspek spiritual tidak berperan untuk menetralisir tekanan masalah tetapi justru menimbulkan tekanan baru. Menyendiri atau terbangun di malam hari untuk bercengkrama secara spiritual diyakini memudahkan manusia menghadapi tekanan
Dengan pengelolaan stress yang baik maka kita akan memelihara ketenangan untuk mengambil sebuah keputusan. Semua keputusan baik memang tidak semuanya diambil dengan ketenangan, tetapi ketenangan akan membuat kita tidak pernah menyesal atas keputusan yang telah kita buat.
Cahyana Puthut Wijanarka
Founder of People Develop People
8
04/2020
|
19
03/2020
|
UPGRADING SERVICE MINDSET AND BUILDING DISCIPLINE IN IMPLEMENTATION
Author : Cahyana Puthut Wijanarka |
11
03/2020
|
6
03/2020
|
6
03/2020
|
5
03/2020
|