8
04/2020
|
28
02/2020
|
Kategori : Article Komentar : 0 komentar Author : People Develop People |
Melakukan proses negoasiasi dengan Serikat pekerja merupakan pekerjaan dan tanggung jawab dari para penanggung jawab HR di Indonesia. Setiap kali PKB habis masa berlakunya maka mau tidak mau penanggung jawab HR harus duduk di meja perundingan bersama dengan para pengurus Serikat Pekerja. Belum lagi jika memang di beberapa perusahaan hampir setiap terjadi perubahan kebijakan perusahaan yang menyangkut kekaryawanan harus bernegosiasi dengan Serikat Pekerja, misalnya : besarnya angka bonus, kenaikan angka transport akibat kenaikan tarif mendadak dari organda, atau bahkan di area sesimple menjatuhkan sanksi. Bernegosiasi bagi sebagian kalangan memang terasa menyulitkan dan memakan energi batin yang luar biasa. Bahkan tak jarang menguras emosi dan membuat kita ”il-mood” (istilah gaul untuk kehilangan mood bekerja dan semangat kerja).
Oleh karena itulah dibutuhkan kehandalan kita untuk memanage emosi kita dengan pertimbangan bahwa Quality Of Life kita akan terus terjaga.
Perasaan yang sering muncul dalam proses negosiasi secara emosi adalah :
– Ketakutan, ketakutan ini sering kali hasil dari ”terjepitnya” posisi kita antara bagaimana menjabarkan dan ”meng-golkan” kepentingan manajemen dan mencoba mengabsord keinginan Serikat Pekerja secara pantas. Atau juga karena pressing waktu dengan dead line terjadi kesepakatan yang ”mepet”
– Kemarahan, rasa marah sering kali muncul pada saat kita merasakan argumen-argumen yang tidak masuk akal dengan cara penyampaian yang terkadang sedikit memaksa (”bahasa pokoknya”). Atau kadang pembawaan dari satu atau dua pengurus Serikat Pekerja yang agresif dan arogan di mata kita.
– Khawatir, beban untuk ”terlalu mengatur perilaku” dengan image sebagai orang manajemen adalah hasil proses dari kekhawatiran, belum lagi jika berhadapan dengan negosiator Serikat Pekerja yang tidak mempersiapkan diri dengan baik dan melompat-lompat, ada kekhawatiran proses akan berjalan lama dan tak berujung.
Dan masih banyak lagi emosi-emosi yang negatif yang sering muncul. Namun demikian kadang-kadang kita mendapati emosi-emosi yang positif, misalnya :
– Senang, jika proses negosiasi menjadi mudah dan suasana yang rileks.
– Terkejut bahagia (surprize), pada saat sesuatu yang kita prediksikan sulit ternyata sepakat dengan mudah.
Jika berbicara tentang mengatur kehandalan emosi maka kita berbicara tentang ”apa emosi yang sebenarnya anda inginkan untuk anda rasakan, dan apa yang sebenarnya anda inginkan orang lain rasakan”,.
Dalam proses negosiasi yang melibatkan kedua belah pihak maka kehandalan emosi mutlak diperlukan karena biasanya keputusan akan baik jika kita menggunakan kepala kita (cognitif) dan hati kita (emotion).
Pertanyaan besarnya adalah bagaimana menggunakan kehandalan/kecerdasan emosi dalam proses negosiasi?
Ada segmentasi waktu yang harus diperhatikan yaitu :
1. Pada saat perencanaan, harus dimulai dengan mengidentifikasi perasaan-perasaan dari para pihak, apakah bernuansa kooperatif atau kompetitif
2. Pada saat proses negosiasi maka diarahkan kepada satu pola perasaan yang kooperatif. Taktik-taktik negosiasi diarahkan kepada taktik yang kooperatif, dengan lebih sering berposisi ”ini bagus untuk anda, …”
3. Pada saat menggunakan sanggahan yang bernuansa equal dan menggunakan terminologi bahasa yang sederhana, hindari terlalu akademik.
4. Pada saat berbeda pendapat, mencari persamaan dengan lebih banyak mendengar, bukan lebih banyak menjelaskan.
5. Pada saat berdebat maka harus pandai mengkreasikan suasana dan emosi yang anda inginkan dirasakan juga oleh Pihak Serikat Pekerja. Misalnya dengan membuat pengandaian yang sederhana.
6. Pada saat penutupan, kesepakatan sudah disepakati tetapi belum ada dokumen legal(penanda tanganan) maka berikan pujian, karena biasanya mereka tidak pernah bisa menerima dengan bulat, jadi jangan membuat api kembali.
Selain dari pada aspek proses dalam waktu-waktu bernegosiasi, yang harus kita perhatikan juga adalah tentang pengendalian diri kita. Pengendalian dalam aspek kecerdasan emosi harus didasari dengan pengenalan diri yang baik.
Ada 4 motif yang biasanya sering muncul dalam proses negosiasi :
1. Mengexploitasi : kebanggaan
2. Memproteksi diri : ketakutan
3. Mengajak bekerjasama : kepercayaan
4. Mengambil Resiko : keberanian
Sehingga akan muncul 4 kombinasi gaya berdasarkan kehandalan emosi yaitu :
1. Kebanggaan + Keberanian = gaya penyerang agresif
2. Kebanggaan + Ketakutan = gaya munafik
3. Kepercayaan + Ketakutan = gaya pengemis
4. Kepercayaan + Keberanian = gaya assertive
Meskipun semua gaya tersebut sebenarnya bisa efektif mengingat jenis lawan negosiasinya, namun saya lebih menganjurkan untuk memakai ”gaya assertive” didalam bernegosiasi dengan Serikat Pekerja. Kita memiliki kemauan kuat untuk saling membangun kepercayaan namun juga kita memiliki keberanian di dalam bersikap dan menunjukkan itikad baik serta kondisi yang sebenarnya.
Semoga bermanfaat!
Selamat Hari Buruh, dan Semoga isu PRODUKTIVITAS dan Peningkatan DAYA SAING bisa menjadi issu penting dalam peringatan Hari Buruh
Regards
Cahyana Puthut Wijanarka
8
04/2020
|
19
03/2020
|
UPGRADING SERVICE MINDSET AND BUILDING DISCIPLINE IN IMPLEMENTATION
Author : Cahyana Puthut Wijanarka |
11
03/2020
|
6
03/2020
|
6
03/2020
|
5
03/2020
|